Star News INDONESIA, Sabtu (08 April 2023). JAKARTA - Persoalan konstitusionalitas organisasi advokat sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat (1) UU Advokat telah selesai dan telah dipertimbangkan secara tegas oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Putusan Nomor 014/PUU-IV/2006 bertanggal 30 November 2006. Dalam putusan tersebut, MK menegaskan PERADI yang merupakan singkatan (akronim) dari Perhimpunan Advokat Indonesia sebagai organisasi advokat yang merupakan satu-satunya wadah profesi advokat dengan delapan kewenangan.
Untuk itu, Majelis Hakim Konstitusi menolak untuk seluruhnya permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) yang dimohonkan oleh sejumlah advokat tersebut. Sidang Pengucapan Putusan Nomor 35/PUU-XVI/2018 berlangsung pada Kamis (28/11/2019) di Ruang Sidang Pleno MK. Permohonan ini diajukan oleh sejumlah Advokat yang terdiri atas Bahrul Ilmi Yakup, Shalil Mangara Sitompul, Gunadi Handoko, Rynaldo P. Batubara, Ismail Nganggon, dan perseorangan warga negara calon advokat atas nama Iwan Kurniawan. “Amar putusan, mengadili, dalam pokok permohonan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua Mk Anwar Usman.
Melalui pertimbangan hukum Mahkamah, Hakim Konstitusi Suhartoyo menyebutkan bahwa Peradi (Perhimpunan Advokat Indonesia) merupakan satu-satunya wadah profesi advokat dalam UU Advokat yang memiliki kewenangan, di antaranya melaksanakan pendidikan khusus profesi Advokat, melaksanakan pengujian calon Advokat, melaksanakan pengangkatan Advokat, membuat kode etik, membentuk Dewan Kehormatan, membentuk Komisi Pengawas, melakukan pengawasan, dan memberhentikan Advokat. Hal ini pun senada dengan Putusan MK Nomor 66/PUU-VIII/2010 bertanggal 27 Juni 2011. Sedangkan berkaitan dengan organisasi-organisasi advokat lain yang telah ada hingga saat ini, sambung Suhartoyo, hal tersebut tidak dapat dilarang. Karena, konstitusi menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul sebagaimana Pasal 28 dan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945.
“Namun 319 organisasi advokat lainnya, tidak mempunyai kewenangan untuk menjalankan delapan jenis kewenangan, yang telah secara tegas dipertimbangkan sebagai pendirian Mahkamah dalam putusannya yang berkaitan dengan organisasi advokat,” jelas Suhartoyo.
Membangun Muruah
Lebih lanjut Suhartoyo menyebutkan pula bahwa sehubungan dengan kewenangan penyumpahan menjadi Advokat, maka di masa mendatang organisasi-organisasi advokat selain Peradi harus segera menyesuaikan dengan organisasi Peradi. Sebab, jelas Suhartoyo, Peradi sebagai satu-satunya wadah profesi advokat yang di dalamnya melekat delapan kewenangannya termasuk kewenangan pengangkatan advokat.
Adapun penegasan Mahkamah terhadap organisasi advokat melalui pertimbangan pada beberapa putusan terdahulu tersebut, tidak dapat dilepaskan dari keinginan yang kuat untuk membangun maruah advokat sebagai profesi mulia, yang dapat diwujudkan dengan memberikan penguatan integritas, kompetensi, dan profesionalitas, khususnya bagi yang menggunakan jasa profesi advokat.
Berkaitan dengan konstitusionalitas organisasi advokat sebagaimana yang dimaksudkan dalam UU Advokat yang diujikan dalam perkara a quo, Mahkamah berpendapat permasalahan ini dipandang telah selesai. Sehingga sepanjang berkenaan dengan permasalahan konstitusionalitas organisasi advokat, sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Advokat, maka hal tersebut sudah tidak relevan lagi dipersoalkan. Dengan demikian, permasalahan organisasi advokat yang secara faktual saat ini masih ada, hal tersebut telah berkenaan dengan kasus-kasus konkret dan bukan menjadi kewenangan Mahkamah untuk menilainya. “Sehingga Mahkamah menilai bahwa dalil-dalil para Pemohon tidak relevan dengan pokok permohonan dan tidak beralasan menurut hukum,” jelas Suhartoyo.
Sebelumnya, Pemohon menyatakan tidak mendapat kepastian hukum mengenai organisasi advokat yang sah dan konstitusional untuk melaksanakan wewenang yang diatur dalam UU Advokat. Para Pemohon mendalilkan norma frasa “organisasi advokat” yang diatur dalam Undang-Undang Advokat saat ini bersifat multitafsir yang memungkinkan pihak-pihak tertentu seperti Kongres Advokat Indonesia (KAI), dan Perhimpunan Advokat Republik Indonesia (Peradi), atau Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia memberi tafsiran berbeda atau tafsiran lain yang inkonstitusional karena tidak sesuai dengan original intent atau tujuan teleologis pembentukan norma frasa “organisasi advokat” yang diatur dalam Undang-Undang Advokat. Hal itu dapat dijelaskan dengan adanya tafsir dari KAI terkait organisasi advokat yang berhak melaksanakan wewenang yang diatur dalam Undang-Undang Advokat adalah “Kongres Advokat Indonesia”. KAI dalam hal ini bermaksud menghimpun para advokat Indonesia dalam wadah tunggal sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Advokat ex Pasal 10 huruf a Akta Pendirian Organisasi Kongres Advokat Indonesia.
Penulis : Wiwid
Editor : Fajar Ali