Star News INDONESIA, Sabtu (16 April 2022). JAKARTA - Akhir-akhir ini kita ketahui marak terjadi demo mahasiswa dan Aliansi Rakyat Menggugat. Demo tersebut sejak Tanggal 11 April 2022. Hal itu dipicu oleh pernyataan beberapa menteri sebagai pembantu Presiden Jokowi bahkan juga beberapa ketua umum partai yang menyuarakan penundaan Pemilu atau masa jabatan presiden menjadi tiga Periode dan sebagai politisi yang lahir dari perjuangan proses demokrasi pada tahun 1998, Adian Napitupulu dan Masinton Pasaribu menentang keras wacana perpanjangan Masa Jabatan Presiden maupun masa jabatan presiden tiga periode.
Hal ini sesuai dengan arah dan garis kebijakan politik dari partai pengusung Presiden Joko Widodo yaitu PDI Perjuangan. Dan Presiden Joko Widodo pun sudah mengatakan berkali-kali menolak perpanjangan masa jabatan presiden maupun masa jabatan presiden tiga Periode.
Ketegasan dari Presiden tersebut sangat kurang direspon oleh para pembantunya, sehingga mau tidak mau Masinton Pasaribu dan Adian Napitupulu sebagai pejuang demokrasi bersuara lantang sangat menentang isu perpanjangan masa jabatan Presiden maupun masa jabatan presiden tiga periode.
Apalagi sekarang menurut seorang youtuber dalam Opini Rudi Kamri mengatakan keadaan Indonesia sekarang tidak dalam keadaan baik–baik saja.
Karena kenaikan Sembako termasuk minyak goreng yang tidak wajar dan adanya perilaku seorang menteri yang menari–nari diatas penderitaan rakyat sehingga mengharuskan rakyat yang sedang berpuasa harus mengantri di depan kantor menteri tersebut untuk memperoleh sembako murah.
Dari opini yang dikemukakan oleh para pembantu Presiden tentang penundaan pemilu sampai dengan masa jabatan presiden tersebut akhirnya melebar kemana-mana termasuk ada yang menyinggung masalah big data palsu bahkan menurut saudara Lanyala Mahmud Mattaliti yang sangat kritis dan teliti tentang big data yang dikemukakan oleh seorang pembantu presiden atau menteri tersebut adalah hoax.
Sekarang ada juga pendapat dari Seorang tokoh Sumatra Utara yang mengatakan Masinton Pasaribu takabur dan Masinton Pasaribu tidak perlu memperkeruh kegaduhan.
Mungkin tokoh tersebut kurang paham bahwa Masinton Pasaribu adalah pejuang Demokrasi sejak tahun 1998 dan keberanian dalam menyuarakan kebenaran tidak berubah sampai saat ini karena hal ini yang diperjuangkan sejak 1998. Dan ada juga dari yang disebut PRPDB SU Memprotes keras terhadap Masinton Pasaribu dan meminta agar Masinton Pasaribu meminta maaf, kalau mau ditarik kebelakang kesalahan apa yang sudah di buat oleh Masinton Pasaribu sehingga perlu minta maaf? bukankah Masinton Pasaribu hanya menyuarakan kembali ke konstitusi dalam berdemokrasi dan Masinton Pasaribu adalah seorang Politisi Partai PDIP? Dan Beda Pendapat dalam berdemokrasi merupakan hal yang sangat wajar sehingga tidak perlu over dosis dalam memahami perbedaaan tersebut apalagi suatu himbauan untuk minta maaf.
Dalam berdemokrasi apakah perlu ada permintaan maaf bila berbeda pendapat. Dan bagaimana kalau ada perbedaan pendapat dari seorang Senator AA Lanyala Mahmud Mattaliti tentang big data palsu yang dikemukakan oleh beliau apakah perlu juga beliau harus minta maaf.
Kita harus melihat demokrasi dengan jernih sehingga tidak menjadi overdosis dalam melihat perbedaan pendapat karena Perjuangan untuk menegakkan demokrasi yang diperjuangkan oleh para mahasiswa sejak 1998 tidak mudah.
Sekarang kita melihat pendapat seorang pakar yaitu Refly Harun yang mengatakan bahwa penyebar hoax big data dan pembuat keonaran pantas dipenjara.
Sekarang era demokrasi dan kita harus sadar tidak jamannya lagi pendapat orang dibungkam apalagi harus minta maaf hanya berdasarkan suka atau tidak suka dan membela kepentingan golongan tertentu.
Bahkan Masinton Pasaribu sang pejuang demokrasi dan politikus PDIP dengan suara keras dan lantang pada hari Sabtu 16 April 2022 ogah minta maaf ke oknum rakus & serakah dan dibunuhpun dia siap dan tak akan meminta maaf hal itu dikemukakan secara tertulis kepada JPNN.com karena Menurut Masinton Pasaribu Dia Sudah wakafkan dirinya untuk melawan tirani penindasan dan kekuasaan otoriter.
Kalau sudah begini maka Sudah selayaknya kita tidak perlu overdosis dalam memahami perbedaan dalam berdemokrasi, karena setiap pemahaman yang berlebihan tentang perbedaan pendapat akan melahirkan perbedaan-perbedaan yang lainnya termasuk Perbedaaan Pendapat tentang big data palsu. Mari menyikapi perbedaan dengan bijak.
Jakarta, 16 April 2022
Reportase :
Drs. Tulu Christian Lescrow B. STh, MM
Wartawan dan Pimpinan Redaksi Star News Indonesia